Berhias merupakan hal yang sangat erat dengan
kaum wanita. Meski kaum laki-laki pun banyak yang berhias. Hal ini karena
memang berhias itu dibolehkan dan bahkan pada saat dan kondisi tertentu justru
diperintahkan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ
خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ
لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. al-A’rof [7]: 31)
Meski hukum berhias itu sama-sama boleh bagi
kaum wanita dan kaum laki-laki, namun ada sisi perbedaan pada hukum sesuatu
yang digunakan untuk berhias dan keadaan berhias antara kedua kaum tersebut.
Dan di sini kita hanya akan mendiskusikan hukum tersebut pada kaum wanita.
Ketidaktahuan atau pura-pura tidak tahu akan
hukum-hukum syari’at yang wajib diketahui oleh kaum muslimah telah banyak
melanda umat ini secara merata. Di antaranya ketidaktahuan sebagian besar kaum
muslimah terhadap syari’at berhias, sehingga terjadilah banyak ketimpangan dan
godaan-godaan hidup. Misalnya ialah banyaknya wanita muslimah yang keluar rumah
dan berbaur dengan kaum laki-laki dalam keadaan paling elok penampilannya,
paling harum aromanya, seolah-olah mereka adalah para pengantin yang sedang
dirias untuk suaminya.
Islam dengan syari’atnya yang indah telah
begitu besar memperhatikan keadaan umat ini agar jangan terjadi ketimpangan
hidup. Oleh karenanya, Islam mengatur sedemikian rupa sebuah hubungan yang erat
antara dua jenis kaum ini yang semua manfaatnya secara umum akan kembali kepada
mereka sendiri.
Di antara aturan Islam dalam hal ini ialah
perintah agar kaum wanita memelihara perhiasan dan keadaan berhiasnya serta
tidak menampakkannya di hadapan laki-laki lain. Hal ini untuk menghindari
timbulnya gejolak nafsu yang menggebu dan pandangan mata nakal yang haram, yang
pada akhirnya akan menimbulkan hubungan yang tidak syar’i antara keduanya.
Inilah sebab terbesar ketimpangan dan godaan-godaan hidup, zina. Na’udzubillahi
min dzalik.
Bila Wanita Berhias dan Keluar Rumah
Ketika banyak kaum wanita yang berhias tanpa
memperhatikan aturan syari’at, maka muncullah berbagai keburukan. Seorang
wanita keluar rumah dengan keelokan penampilan merupakan pangkal keburukan.
Tidak dipungkiri inilah sebab terjadinya pandangan mata yang haram dari kaum
laki-laki, yang merupakan pemicu utama bangkitnya dorongan nafsu. Bahkan boleh
dikata ia merupakan terminal pertama menuju perzinaan, tepat seperti yang
disabdakan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ
آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا
النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ
وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Telah ditetapkan atas anak Adam (manusia) bagiannya dari zina, ia
pasti mendapatinya dan tak ada celah untuk menghindar darinya. Kedua mata
berzina, zinanya adalah pandangan, dan kedua telinga pun berzina, zinanya
adalah mendengar, dan lisan zinanya adalah pembicaraan, dan tangan zinanya
adalah memegang, dan kaki zinanya adalah melangkah, dan hati (zinanya) adalah
bernafsu dan berhasrat, dan kemaluan yang akan menetapkannya atau
mendustakannya.” (HR Muslim: 6925)
Perintah Memelihara Perhiasan Diri
Keelokan para wanita menurut asalnya merupakan
godaan bagi kaum laki-laki. Kalaulah seorang wanita menyadari hal ini, tentu ia
tidak lebih suka menjadi godaan bagi seluruh kaum laki-laki yang hanya akan
mengakibatkan munculnya berbagai kerusakan. Oleh karenanya, Islam mengatur dan
menempatkan keelokan para wanita ini sedemikian rupa agar tidak merusak
sehingga bisa menenteramkan dan membawa manfaat yang menyeluruh. Di antara
aturan Islam yang paling pokok dalam hal ini ialah seperti yang disebutkan
dalam firman Alloh Azza wa Jalla:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى …
…Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. (QS. al-Ahzab [33]: 33)
Syaikh Abdurrohman bin Nashir as-Sa’di
mengatakan tentang makna ayat tersebut: “Artinya, menetaplah kalian di rumah
kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian.”
Tentang makna kelanjutan ayat tersebut, beliau
mengatakan: “Artinya, janganlah banyak keluar dengan bersolek atau dengan
semerbak harum kalian sebagaimana kebiasaan ahli jahiliyah dahulu yang tidak
tahu ilmu dan norma agama. Semua ini demi mencegah munculnya kejahatan dan
sebab-sebabnya.”[1]
Maka perhatikanlah, tujuan perintah dalam ayat
tersebut ialah untuk memelihara diri wanita muslimah dengan perhiasannya dan
untuk mencegah munculnya kejahatan serta sebab-sebabnya.
Termasuk pokok aturan Islam atas perhiasan dan
berhiasnya kaum muslimah ialah sebagaimana yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala
sebutkan dalam firman-Nya berikut:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ
يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
…
Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya (QS. an-Nur [24]: 31)
Dengan memperhatikan dua ayat di atas saja,
kita bisa memahami bagaimana Islam sangat memperhatikan aturan berhiasnya
wanita muslimah. Semua ini adalah untuk memelihara masyarakat Islami dari
godaan-godaan yang timbul dari kaum wanita. Islam memerintahkan kaum laki-laki
agar memelihara pandangan matanya, dan di saat yang sama Islam juga
memerintahkan kaum wanita agar memelihara kehormatannya, sampai perhiasan yang
memperindah dirinya pun harus dipelihara, ditutup dan tidak ditampakkan di
hadapan kaum laki-laki lain.
Berparfum yang Melacur
Telah disebutkan di muka bahwa syari’at Islam
tentang berhias dan perhiasan kaum wanita ini semata-mata untuk kebaikan dua
jenis manusia ini secara umum. Bila tidak ada aturan syari’at dalam hal ini,
pasti akan timbul berbagai kerusakan, zina. Jadi dekat sekali kaitannya antara
perzinaan dengan tidak diperhatikannya aturan syari’at Islam tentang berhias
ini.
Bukan hanya pandangan mata yang merupakan
terminal pertama menuju perzinaan, yang oleh sebab itu perhiasan harus
dihindarkan dari pandangan mata kaum laki-laki lain (artinya perhiasan harus
ditutupi), namun aroma wangi yang semerbak dari seorang wanita juga termasuk
terminal awal sebuah perzinaan. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam telah
menyebutkan hal ini dalam sabda beliau:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ
اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ
“Wanita mana saja yang berminyak wangi kemudian (keluar) dan berlalu
pada kaum (laki-laki) agar mereka mendapati semerbaknya, maka ia melacur.”[2]
Al-Allamah al-Mubarokfuri menjelaskan makna
kata melacur dalam hadits di atas: “Dia disebut wanita pelacur karena
membangkitkan syahwat kaum laki-laki dengan minyak wanginya dan membuat kaum
laki-laki memandangnya. Dan siapa saja (kaum laki-laki) yang memandangnya, maka
ia telah berzina dengan kedua matanya. Jadi wanita tersebut merupakan sebab
zina mata, maka berdosalah ia.”[3]
Dan boleh jadi wanita yang berminyak wangi ini
lebih kuat godaannya, sebab mata kaum laki-laki yang tidak melihatnya pun bisa
jadi akan melihatnya setelah laki-laki tersebut mencium semerbaknya. Maka
benarlah apa yang dikatakan oleh al-Allamah al-Mubarokfuri di atas.
Dan seorang wanita yang menghamburkan aroma
wangi di kalangan kaum laki-laki termasuk menampakkan perhiasan, sebab wewangian
termasuk salah satu jenis perhiasan wanita. Oleh karenanya, kaum wanita boleh
berminyak wangi dan berharum-harum namun yang sesuai dengan aturan syari’at. Di
antara syari’at minyak wangi bagi wanita ialah sebagaimana yang disebutkan
dalam salah satu sabda Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ خَيْرَ طِيبِ
الرَّجُلِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِىَ لَوْنُهُ وَخَيْرَ طِيبِ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ
لَوْنُهُ وَخَفِىَ رِيحُهُ
“Sesungguhnya minyak wangi yang baik bagi kaum laki-laki ialah yang
kuat baunya namun samar warnanya, sedangkan minyak wangi yang baik bagi kaum
wanita ialah yang paling tampak warnanya dan paling samar baunya.”[4]
Al-Allamah al-Mubarokfuri menyebutkan bahwa
dalam Syarhus Sunnah (al-Baghowi mengatakan): “Sa’ad berkata: ‘Menurutku mereka
(para ulama) memahami sabda Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam dan
sebaik-baik minyak wangi wanita (dengan sifat minyak wangi seperti tersebut
dalam hadits) adalah ketika wanita tersebut hendak keluar rumah. Namun apabila
sedang berada bersama suaminya, ia boleh berminyak wangi dengan minyak wangi
sesukanya.”[5]
Sekali lagi, aturan syari’at dalam berminyak
wangi bagi para wanita muslimah ini diatur sedemikian rupa agar ia tidak
menjadi salah satu sarana pembangkit kesadaran laki-laki untuk memperhatikan
mereka, dan agar tidak memperdaya laki-laki pemilik hati yang sakit sehingga
akan tergoda oleh mereka. Semua ini bila bisa dihindari maka akan
terpeliharalah kehormatan kaum wanita, termasuk farji-farji mereka dari kejinya
zina, dan terhindarlah kaum wanita ini dari menjadi penggoda kaum pria. Dengan
begitu, akan menjadi mudahlah kaum laki-laki umat ini menahan pandangan matanya
dan memelihara kehormatannya. Inilah pentingnya memperhatikan syari’at berhias.
Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq
kepada kita semua dalam meniti syari’at-Nya yang lurus ini, amin.
_
[1] Tafsir Taisir al-Karimirrohman Syaikh
as-Sa’di atas ayat 33 surat al-Ahzab.
[2] HR. Abu Dawud no: 4173, at-Tirmidzi no:
2786, dan an-Nasa’i no: 5126, dan ini lafazh an-Nasa’i. Dihasankan oleh Syaikh
al-Albani dalam al-Misykat no: 1065
[3] Tuhfatul Ahwadzi 8/71
[4] HR. at-Tirmidzi no: 2788, dishohihkan oleh
Syaikh al-Albani dalam Shohihul Jami’ no: 3832
[5] Tuhfatul Ahwadzi 8/59, dan Faidhul Qodir,
al-Munawi 3/284
http://alghoyami.wordpress.com/2010/08/21/memperhatikan-syariat-berhias/
No comments:
Post a Comment